Senin, 18 Oktober 2010

Kutaklukkan Puncak Bromo Bersama Cintamu (bagian II)

"BAGIAN II"
Iqbal, yang menjabat sebagai ketua kelas IPA 3 (ordinaree) + ketua rombongan, membagi kita dalam dua kelompok, antara yang "turun" dan yang tetap di tenda. Aku memilih masuk dalam kelompok "turun", karena dia (manisku) akan turun. Sebagai lelaki setia, memang lebih baik aku ikut turun bersamanya.  Perjalanan menuju perkampungan dimulai. Rombongan turun dipimpin  oleh ketua kelas kita sendiri. Udara malam begitu dingin menyergap dengan cepat, secepat Polisi menyergap pengendara motor tanpa helm.hehehehe... Dan sialnya aku tak punya apa yang dinamakan sarung tangan dan penutup kepala. Aku lupa membelinya sewaktu tadi masih berada di daerah pertokoan. Semoga di perkampungan ada yang berjualan alat pelindung dari dinginnya udara bromo.
Baru 10 langkah, hidungku sudah terasa membeku, nafasku seperti mati rasa, dingin sekali malam itu. Berkali-kali aku mengepalkan tangan untuk kutaruh didepan mulut dan ku tiup, kuturunkan lagi, kuangkat, kuturunkan, kuangkat, dan untuk kesekian kalinya menurunkan tangan tiba-tiba tangan lain yang bersarung tangan menggenggam erat tangan kanan ku. Begitu hangat, seolah olah matahari terbit di malam ini, ^_^ , tak ku tahu tangan siapa itu, karena sudah gelap dan kurangnya pencahayaan dari senter bagian belakang. Tapi wangi parfum khasnya tak bisa membohongi saraf-saraf hidungku dan urat-urat rasa cintaku, dialah manisku, ya... MANISKU. Entah tadi dia berada di depan atau belakang, aku tak peduli yang penting dia sekarang di sampingku, menggenggam tanganku, menoleh padaku, dan ku balas dengan tolehan, semua terasa pelan-pelan, menikmati detik-detik meledaknya cinta, menatap matanya, dan gerakan slow motion ini semua, ditutup dengan sebuah opera senyuman manis dari seorang gadis yang kucintai. Dan meledaklah cinta, awalnya malu-malu, karena itulah pertama kali kita berpegangan tangan, dan mungkin pertama kali bagi kita menggenggam tangan lawan jenis dengan intim. Sebuah upacara yang sederhana tapi keramat, pastinya keramat bagi ukuran remaja yang baru baligh dan baru pertama kali merajut cinta.
Jalanan yang ditempuh lumayan jauh. Licin, becek, tak beraspal. tiga kombinasi yang jika tidak hati-hati bisa membuat kedua orang tua kita menangis sesenggukan melihat anaknya jatuh kejurang karena masalah "terpeleset". Senter dan saling berpegangan tangan satu sama lain, pastinya aku dengan manisku, sangatlah membantu proses penjelajahan kali ini. Tiba-tiba suasana terasa aneh, perasaan ku mengatakan seperti itu, begitupun "manisku", tiba-tiba genggamannya lebih kuat dari awal tadi. Kita (kelompok "turun") memasuki persawahan yang terasa mistis. Barisan didepan berhenti sejenak, dan barisan belakangnya juga mengikuti. aku dibarisan belakang tepatnya dua baris paling belakang, dari 6 barisan. Aku tak ingat siapa dibelakangku, tapi sepertinya bustan dan jika dilihat bentuk kerangka wajahnya yang aneh, dia bersama windo (temanku). Kita semua membisu, hening sejenak, ingin berkata-kata tapi takut salah dan kuwalat. Tak ada yang berani berbicara, hanya melihat sekitar sawah. Semua terasa mistis karena ada sebuah tempat ditengah sawah yang sepertinya rumah tapi ternyata, mungkin sudah jodoh, itu adalah sebuah tempat penyimpan air. Tiba-tiba kita tersenyum, melihat berita dari seorang wakil yang menge-chek, tempat itu yang ternyata tempat mengambil air. Tapi sayangnya tak ada kamar mandi disana. Untuk seorang laki-laki, kencing dimana saja tak masalah yang penting ada air, tapi bagi perempuan, buang air kecil jika tidak pada tempatnya akan terasa aneh dilihatnya. Akan membuka pikiran-pikiran ke-buaya-an darat seorang lelaki.,hahagzz..Akhirnya kaum lelaki memutuskan untuk tetap turun dan tempat itu akan digunakan unuk mengambil air sewaktu kembali ke perkemahan.
Sawah sudah terlewati. Lamat-lamat, cahaya sedikit mengintip dari beberapa pemukiman penduduk. Semua merasa lega ternyata dan akhirnya seudah dekat ke pemukiman. Para wanita menyewa kamar mandi, begitu juga para laki-laki dan termasuk aku, yang awalnya tak ingin buang air kecil tapi tiba-tiba merindukan pekerjaan itu. Mungkin karena keadaan dingin, yang katanya jika hawa dingin kita akan lebih sering "kencing". dan filosofi itu akhirnya terbukti. Setelah semua selesai buang air kecil. Ketua kelas memutuskan ke mushollah untuk sholat isya', tujuan utama pastinya karena Allah, dan tujuan lainnya, agar perjalanan kita lancar.

Semua pekerjaan selesai, tapi tidak untuk buang air kecil ini, filosofi hawa dingin kembali terbukti, untuk kedua kalinya kita kembali memasuki ruang urinoir (WC). Selagi diperkampungan aku mencoba melihat kehidupan orang disini. Banyak lelaki yang masih bangun saat waktu telah menunjukkan 11 malam. Sempat aku mengobrol dengan seseorang disana. dan katanya mereka memang jarang tidur malam. tidurnya orang pengangguran itu pagi, begitu katanya. dan aku tersenyum antara kasihan dan muak padanya. kenapa dia tidak sedikit kreatif dan memiliki pandangan sebuah pekerjaan yang menjanjikan di bumi bromo ini yang notabene sering didatangi wisatawan setiap hari. Senyumku, tiba-tiba menghilang disaat mendengar irang berkata, "Mas, Topi..mas???". Wow... mungkin sudah jodoh dengan pendakian ini. aku mendapatkan sebua penjual topi dan sarung tangan. Aku menghampiri penjual itu yang sedang menjajakan dagangannya kepada temanku. Aku membeli seperangkat alat penghangat, topi dan sarung tangan. Ku pakai dan semua terasa hangat. Dan dengan dipakainya alat penghangat ini, aku dengan tersurat telah memproklamirkan aku menantang dinginya Bromo. Dan malam itu, bulan, bintang dan puncak puncak bromo menyaksikan sumpahku yang akan menaklukan puncak diatas puncak. (LEBAY).
Akhirnya perjalanan pulang ke perkemahan kembali dimulai. Tak berbeda dengan awal keberangkatan. Aku tetap memegang tangan "manisku",  dia juga tetap tersenyum dan senyumnya semakin simpul, semakin manis saja terasa di relung hatiku, dan bom-bom cintaku meledak berkali kali setiap genggaman semakin erat dan saat senyumnya semakin simpul padaku. Kali ini aku benar-benar "JATUH CINTA". "Jatuh" cinta pada gadis manis dan "Naik" cinta pada puncak-puncak Gunung Bromo. ^_^

      #########Bersambung#########

Rabu, 06 Oktober 2010

Kutaklukkan Puncak Bromo, Bersama Cintamu

"BAGIAN-I"
Kuseduh Mie Instan (baca:pop mie) malam itu. Mengepul asapnya, terbang dan bergabung bersama hawa dingin dan kabut malam yang semakin kelam dan mendekat. Itulah makan malam ku pertama di sebuah lapangan hijau, didalam tenda berwarna biru, di belakang sebuah rumah tak berpenghuni yang masih dalam kawasan lereng G.Bromo. Aku datang bersama  teman-teman sebayaku. Diantara mereka, ada seorang gadis manis yang telah berhasil mencuri jiwa dan ragaku. Dialah "manisku". Bersamanyalah cerita penaklukan ini dimulai dan diakhiri. 
Tenda telah dibuat saat kita telah menginjakkan kaki di lapangan ini. Kira-kira maghrib, itulah waktu dimana kita mulai menginjakkan kaki di bumi Bromo. Di awal kedatangan, aku sungguh tak merasa lapar . Mungkin, karena perut yang mengkerut gara-gara hawa dingin telah merasuki jaket putihku, yang terlihat sudah tak bisa menahan serangan-serangan hembusan angin yang tenang tapi membirukan bibir ini. 
Tak terasa mie instan ku habis. Kemudian aku memutuskan untuk keluar tenda untuk kembali merasakan keindahan kabut tipis yang turun pelan-pelan. Seperti asap rokok, putih dan meninterpretasikan sebuah keindahan alam yang dengan teliti telah dibuat oleh Tuhan, dan pastinya tak mematikan penghirupnya. Aku berdiri di atas lapangan rumput yang luas dan terlihat tak berbatas karena pandangan mata terhalang oleh kurangnya cahaya disekitar perkemahan. Ku perhatikan sekeliling, terlihat sebuah tenda yang lain telah berdiri simbol bahwa semangat mendaki telah ditancapkan dalam diri mereka sebagai pendaki. Tapi sayang beribu ribu sayang, tenda itu hanya satu adanya. Mereka, para pendaki lain, lebih memilih menginap di hotel dari pada bersusah payah mendirikan tenda seperti yang kelompokku lakukan. Apa indahnya semua itu. Hotel tak ada kabut sedangkan kita (kelompokku) bisa merasakan langsung denyut jantung Sang Bromo.
Waktu telah menunjukkan  pukul 10 malam, para pendaki kekurangan air dan banyak yang ingin buang air kecil. hufth. . .dengan terpaksa kita harus kembali turun menuju pemukiman penduduk untuk meminjam kamar kecil dan meminta air, untuk direbus kemudian di minum selagi hangat. Keadaan di sekitar perkemahan yang terasa tak bersahabat, mengharuskan kita untuk bergantian turun. Sebagian menjaga tenda dan sebagian lagi menuaikan keinginannya. Jalan menuju pemukiman sangat susah. selain kanan kiri sebuah jurang, penerangan pun sangat kurang selama perjalanan. Sejujurnya aku tak mau ikut-ikutan turun. Tapi apa boleh buat, si penakluk hatiku ingin turun untuk menunaikan keinginannya, dengan terpaksa dan hati gembira, aku merelakan diriku untuk ikut ikutan turun ke pemukiman penduduk.

########BERSAMBUNG########

Sabtu, 02 Oktober 2010

Pergulatan Intelektual Muda dan Kesaktian Pancasila

Kemarin tanggal 1 Juni 2010, adalah hari kesaktian Pancasila. Untuk memperingati hari Kesaktian Pancasila, aku menulis sebuah profil seorang yang sangat aku kagumi. Dia lah Soe Hok Gie. Sebelum bercerita marilah kita membaca Pancasila bersama-sama,

Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Soe Hok Gie (Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani)

Soe Hok Gie, lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1942. Dia adalah seorang aktivis dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dan pastinya dia adalah seorang yang patut dihormati, patut dikagumi, patut dicontoh.
Sebagai seorang aktivis menurutku Soe (panggilan Soe Hok gie), mempunyai keberanian untuk menyatakan ketidakadilan yang ia lihat dengan analisis yang begitu cemerlang.
Dia berani mengkritik orang bahkan mengkritik pemerintah dan tak segan-segan menyebut nama. Itulah sebabnya di memiliki banyak musuh dengan para penguasa.
Yang aku kagumi dari Soe adalah meski dia mengagumi Soekarno tapi dia tidak sungkan untuk mengkritik kebijakan kebijakan presiden yang tidak pro-rakyat. Padahal pada saat itu jarang sekali orang yang berani mengkritik pemerintah. Tetapi Soe berbeda. dia sepertinya benar benar berjuang demi rakyat.
Selain itu yang aku kagumi dari Soe selain keberanian nya adalah caranya dia berfikir tentang naik gunung dan tentang rasa nasionalisme. Soe berkata,“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
Sungguh pemikiran yang berilian. Jika membaca artikel-artikel tentang Soe, saya sebagai mahasiswa merasa seperti kecil di dunia ini. dia seumuran saya tapi dia bisa berfikir luas, memiliki banyak referensi dan ia menganalisa setiap permsalahan dengan cemerlang. selalu berfikir logis.
Untuk menutup postingan ini, saya mengutip sebuah kata-kata dari Soe,
“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”

SOE HOK GIE

Jumat, 01 Oktober 2010

Kesedihan dalam Sehelai Kertas

Sungguh tak adil dunia ini, saat kau memperjuangkan sebuah hal yang berharga tetapi gagal mempertahankannya. Sebuah fenomena yang sering terjadi. Ada beberapa hipotesis ku akan hal ini. Ynag pertama, karena kita bodoh sehingga tak bisa mempertahankannya. Yang kedua, karena sudah takdir. Yang ketiga, karena kita tak cukup sempurna dan tak pantas untuk memilikinya. Manakah yang benar???. Yang pasti yang kedualah yang benar.
Pada hari itu, hari dimana kesedihan akan kehilangan sebuah hal terpenting dalam hidupku berkecamuk dalam hati. Menyergap dan membusukkan rasa. Aku kehilangan cintaku. kehilangan apa yang disebut "soulmate". Lebih sakit dari pada sakit panu. (LHO???). Aku seperti kehilangan separuh jiwaku. Separuh Jiwaku pergi, memang indah semua tapi berakhir luka. Begitulah kata mas Anang saat di tinggal mbak KD. Mungkin perasaan mas Anang saat itu sama dengan perasaanku saat ini. Perih di hati tap tak perih di Lambung. Karena aku tak mengidap sakit maag. (Gak Penting).
Ku mulai merenung, dan merenung. memikirkan apa yang salah dengan hubungan ini. Apakah aku selingkuh?, setahuku, tak pernah aku hamili anak orang. Apakah aku kasar padamu? seingatku aku tak pernah memukulmu. Apakah aku tak sempurna untuk mendapatkan cintamu? mungkin. Sungguh mengiris kalbuku.
Ku buka kembali secarik kertas darimu, berisi kata-kata panjang nan indah, kau tulis dengan perasaan cinta dan penantian, tapi saat ini rasa itu hilang ditelan oleh jarak. Sungguh ku selalu ingin membaca suratmu lagi dan lagi. Setiap kubaca, tak kuasa ku menahan haru. Pesanmu, Rasa Kangenmu, Puisimu, semua tertuang di dalam kertas itu.
Sungguh hebat kata-kata dalam kertas itu. Bisa membuat rasa dan hati seorang lelaki jawa yang merantau jauh ke Timur dapat meneteskan air mata kerinduan akan senyuman. Sungguh hangat jika bertemu dan dingin menyengat kesepian saat membaca puisimu. Puisi yang tak panjang tetapi sukses membuat rasa cinta ini tak pernah berujung kepadamu, hanya kepadamu.
Ketika tiba saat perpisahan
Jangan kalian berduka
Sebab apa yang paling kalian kasihi,
mungkin akan nampak lebih nyatadari kejauhan
Seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat,
dari padang dan daratan.
6 baris yang dapat membuat seorang remaja perantauan memejamkan mata menahan tetesan air kerinduan. Ku  tak sangup meninggalkanmu. tapi apalah arti pengorbanan jika tak ada kemauan. mungkin saat ini kita berpisah, dan terpisah. Untuk sebuah hal penting. Sebuah penantian dua orang di sebuah Bilik di kota asal. Karena dua orang itulah kita berpisah untuk berjanji membuat kedua orang itu menangis, menitihkan setetes demi setetes air mata kerinduan, kebanggan dan kasih sayang.
Dan untuk perpisahan ini ku tahu kau juga tak menginginkan ini, begitu juga aku. Dan aku sekarang mencoba ikhlas menerima ini semua. Tapi......aku pasti akan kembali dalam satu purnama untuk mempertanyakan kembali cintanya.. Bukan untuknya, bukan untuk siapa Tapi untukku Karena aku ingin kamu.. Itu saja...